Penderita Stunting Mayoritas di Daerah Terpencil

NAMA: Nurul Aulia Asifa

KELAS:1C

TUGAS: Catatan Berita Online  


 Peneliti: Penderita Stunting Mayoritas di Daerah Terpencil

Daerah yang memiliki hambatan akses memiliki prevalensi stunting yang tinggi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), Fakultas Kedoketeran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, Digna Purwaningrum, mengungkapkan penderita stunting sebagian besar terdapat di daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Beberapa di antaranya adalah Papua, Maluku, dan Sulawesi.

“Jika daerah yang memiliki sumber daya terbatas, serta secara alamiah memiliki hambatan dari segi akses, maka masih memiliki prevalensi stunting yang tinggi”, ujar Digna, saat konferensi pers konferensi pers tentang isu penanganan stunting  dan JKN di Ruang Common Room Gedung Penelitian dan Pengembangan FK-KMK UGM, Senin (27/1).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa terdapat penurunan prevalensi stunting di Indonesia. Namun demikian, pemerintah tetap melakukan penanggulangan stunting, karena penurunan stunting belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Dampak stunting meliputi spektrum yang luas, penurunan kualitas sumber daya manusia, dan penurunan produktivitas kerja.

Digna juga menjelaskan, bahwa pemerintah secara khusus telah menetapkan daerah prioritas penanganan stunting yang disebut sebagai lokus stunting. Pada masa mendatang program kerja pemerintah difokuskan pada masalah lokus stunting.

Pemerintah memanfaatkan penanganan stunting untuk mengakselerasi program kesehatan yang telah menjadi bagian dari praktik sehari-hari di dalam sistem kesehatan. Dengan harapan, kesehatan ibu dan anak mengalami peningkatan.

Digna mengungkapkan, pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai salah satu isu prioritas kesehatan. Stunting merupakan kondisi berat badan anak cenderung sulit untuk naik, karena kurangnya asupan bergizi disertai insiden sakit yang berulang. “Keadaan stunting masih dapat dilihat pada ukuran berat badan,” tutur Digna. 

Digna mengungkapkan, PKMK juga melakukan berbagai pendekatan, seperti Pendekatan individual melalui konseling gizi Puskesmas, atau fasilitas kesehatan lain, serta pendekatan komunitas dimana pendekatan yang dapat menjangkau kelompok lebih luas.

 


Menurut saya di perlukan tindakan lebih lanjut mengenai isu stunting ini yaitu dengan:

Ø        Di mulai dari pemberdayaan wanita dengan memberikan pengetahuan lebih atau sosialisasi mengenai gizi anak. agar tidak terjadi lagi stunting dengan perbaikan layanan kesehatan yang ada di daerah terpencil sehingga para tenaga kesehatan juga dapat berkontribusi dalam penanganan isu tersebut.

Ø  Kemudian pemerataan bantuan dari kementrian sosial atau kementrian pemberdayaan  dan perlindungan anak juga harus di perbaiki  dimana pemerataan tersebut sampai sekarang masih belum terealisasi  apalagi dengan adanya oknum yang menggelapkan dana bantuan .sehingga diperlukan kontribusi dari segala lapisan masyarakat untuk menangani isu stunting ini.

Ø      Harapanya dengan penanganan yang tepat dapat menekan angka stunting dan bisa menjadikan indonesia negara dengan gizi yang baik.apabila hal inintercapai maka dengan pembangunan berkelanjutan indonesia (SDGs) akan dapat tercapai karena gizi masyarakat terjamin.






 

Sumber:

https://www.republika.co.id/berita/q4ted4291/peneliti-penderita-emstuntingem-mayoritas-di-daerah-terpencil

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Grooming, Kejahatan Seksual pada Anak dan Remaja

MARAKNYA PENGANGGURAN DI INDONESIA

pemalsuan surat hasil tes PCR terus terjadi