Mengapa manusia silver semakin banyak dimasa pandemi ?
Nama : Nurul Aulia
Asifa
Kelas : kessos 1c
Nim : 11210541000113
Mengapa manusia
silver semakin banyak di masa pandemi ?
.COMajalah TEMPOTEMPO English MagazineKoran TEMPOTEMPO
InstituteIndonesianaTEMPO StoreTEMPO.CO English
TEMPO.CO, Jakarta - Manusia silver
makin mudah ditemukan di jalanan. Ini tentu berbeda dengan beberapa tahun
sebelumnya, mengapa semakin banyak yang menjadi manusia silver?
Kakak beradik, Arya dan Azmi, memutuskan
menjadi manusia silver setelah sebelumnya kehilangan pekerjaan sebahai teknisi
pada suatu rombongan pasar malam keliling. "Karena pandemi, pasar malam
nggak buka, otomatis kami nggak ada kerjaan lagi," kata Azmi, dalam Koran
Tempo edisi 16 Februari 2021.
Sebelumnya menjadi manusia silver, mereka
juga pernah menjajal peruntungan sebagai pengamen. Namun, melihat orang-orang
bisa lebih mudah mendapat rezeki dengan menjadi manusia silver, mereka pun ikut
mencoba menjadi manusia silver.
Begitu halnya dengan Tamara. Sejak 2014, ia
menjual bambu Jepang di sekitar Terminal Lebak Bulus. Pandemi Covid-19 membuat
terminal sepi dan dagangannya pun ikut sepi.
"Gak ada yang mau beli dagangan saya,
saya butuh makan. Ya, mau gimana lagi? Saya nyoba peruntungan jadi manusia
silver. Orang tahunya saya males kerja, masih muda tapi minta-minta. Mereka
nggak tau cerita hidup saya," ujarnya, seperti yang dikutip Tempo dari
laman kemensos.go.id, Minggu, 12 September 2021.
Manusia silver lainnya, Alfan, juga mengaku
pekerjaannya sebagai sopir angkot menjadi sepi saat pandemi. Sebelum pandemi,
ia bisa meraup 100 hingga 150 ribu rupiah sehari dari menarik angkot, tapi saat
pandemi ia hanya bisa mendapat sekitar 30 ribu rupiah sehari.
"Bahkan untuk membeli susu anak-anak
saya saja tidak cukup. Jadi, saya memutuskan menyopir angkot di pagi hari dan
menjadi manusia silver di malam hari," ujar Alfan, yang dilansir Tempo
dari laman Guardian, Jumat, 5 Februari 2021.
Covid-19, dilansir dari laman Reuters,
Selasa, 9 Februari 2021, telah membawa resesi pertama di Indonesia setelah
lebih dari dua dekade. Menyusutnya ekonomi telah menyulitkan jutaan orang di
sektor informal.
Menjadi manusia silver adalah
salah satu cara yang digunakan orang-orang untuk bisa bertahan hidup dan
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Cara ini dipandang cukup mudah meski penuh
risiko dikejar Satpol PP hingga risiko kesehatan akibat cat yang mereka
gunakan.
Tanggapan saya mengenai semakin
maraknya manusia silver di kota-kota besar merupakan hal yang cukup
memperhatinkan apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini. Tak hanya orang dewasa dan anak-anak , bahkan bayi
berumur 10 bulan pun turut menjadi manusia silver . seharusnya pemerintah lebih
melek akan isu sosial ini . karena selain maraknya manusia silver tentu hal ini
juga mengancam bagi kesehatan karena penggunaan zat berbahaya pada tubuh .
Selain itu Adanya manusia silver juga
menunjukkan bahwa tanda pemerintah
gagal dalam menyediakan ruang publik dan
jaminan akses lapangan kerja . maka dari itu pemerintah harus bisa merancang
pembangunan dengan matang dan memikirkan
ketersediaan ruang-ruang publik yang bisa di akses oleh semua warga.
Kemudian pemerintah lebih memahami akan kebutuhan masyarakat.
Dengan memberikan pelatihan usaha yang
diikuti dengan pemberian modal usaha dan ruang usaha . Karena jika
pemerintah memberikan pelatihan usaha tetapi tidak diikuti dengan pemberian
modal usaha maka itu akan dianggap ritual semata bagi mereka .
Sumber
https://nasional.tempo.co/read/1511733/mengapa-manusia-silver-semakin-banyak-di-masa-pandemi
Komentar
Posting Komentar